Hujan turun lagi, seorang lelaki memandang keluar jendela mobilnya, senyum merekah pada bibir seorang wanita di sebelahnya " sepertinya langit mengerti apa yang sedang aku rasakan saat ini " pintanya, " sudahlah, lupakan saja dia, kau masih mempunyai teman dan keluarga yang menyayangimu " sahut lelaki itu.
Kemudian wanita tersenyum kembali dengan kepalsuan yang terlihat pada wajahnya.
Mengapa kisah ini begitu kejam? Aku sampai lupa menjelaskan siapa kami, namaku Radja, dia, wanita yang berada di sampingku adalah Sibil, dia baru saja kembali ke kota ini setelah menyelesaikan kuliahnya di Australia, dan aku masih terjebak di kampus lama dengan sks yang masih belum tuntas.
Sibil sudah seminggu lamanya disini, tapi masih tak pernah aku melihat senyumnya yang indah seperti dulu terpancar di bibirnya, entah kemana pikirannya menerawang, pandangannya kosong, hatinya seakan-akan telah membatu seperti bongkahan es di ujung kutub.
Entah apa yang harus aku lakukan, setiap tawanya merupakan obat hati yang merindu, kapan lagi bisa aku melihat tawa itu? Sedangkan rindu selalu datang setiap malam, merusak sistem kerja otak kiri dan memeras hati yang mencintai, membawa kisah-kisah pilu dari timur.
Seakan tak bertuan, cinta yang dulu perlahan terbenam bersama senja di tengah lautan, kamu yang telah menjadi lautannya terhanyut bersama ombak bualan yang tak kau sadari adalah tipuan.
Aku membenci, membenci setiap langkahnya, mendendam pada setiap tawa yang kini menjadi tangis, aku memaki dalam hati, agar tak ada dengki yang terlihat pada wajah tua tak berarti ini.
Apa yang sebenarnya tuhan coba lukis pada pohon ini? Aku memendam rasa padamu, dia mendapat cintamu, dan menyianyiakan kesetian dalam setiap denyut nadimu.
"Radja..!! Lampu hijau" Sibil menyadarkanku dari lamunan sesaat, kami berada pada perempatan lampu merah tak jauh dari rumahnya, besok dia akan berangkat kembali menuju Australia, mencoba mencari pekerjaan dengan keahlian dan gelar yang telah dia raih.
Tak kusangka dia bisa memerankan tokoh wanita ceria di saat berkumpul dengan kawan-kawan SMA tadi saat reuni, topengnya begitu sempurna hingga tak ada yang menyadari, tapi sepintar apapun dia menutupi, topengnya tetap terlihat di mata ini, mata yang dulu selalu melihatnya dari belakang saat melewati lorong sekolah, mata yang mencintainya melalui setiap kesalahan, mata yang melihatnya akan ketidaksempurnaan dirinya.
Aku telah memerankan tokoh sahabat melalui topeng ini, aku lebih mahir dalam seni menyimpan perasaan, aku menyimpan rasa bersama tawa pada setiap duka.
Sibil, Dia telah menjadi gadis dewasa dengan caranya sendiri, dan aku akan mencintainya dengan caraku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar