Rabu, 21 November 2012

Secarik Pohon


Pagi selalu hujan di bulan ini, bulan yang penuh dengan kenangan, bulan yang seharusnya kering tetapi turun hujan. Bulan yang tidak disukainya, bulan November.

Langit tetap tenrsenyum pada siang hari, mendambakan mendung tetapi mentari tersenyum dengan lantang, sepasang anak manusia mengeluh akan senyum mentari. Surti dan Tejo sepasang kekasih yang baru saja menjalin hubungan setelah lama berteman.

Dalam kisah lain tampak seorang bapak yang meraih rezekinya dengan membantu orang-orang melihat ke belakang mobil, mereka terlalu angkuh untuk turun dan melihat sendiri, bapak memberi tanda dengan menggunakan peluit dan isyarat tangan.

Di sebuah cafe tak jauh dari sana seorang pemuda menulis kisah antah berantah tentang kehidupan yang tidak di jalaninya, kehidupan yang hidup di dalam pikirannya, jalan semu yang di pilihnya untuk di ceritakan kepada khalayak ramai, bukan mengenai dia atau mereka, tetapi mengenai angan dan khayalan.

Malam tadi seorang pujangga melantunkan sajak rindu akan kenangan, kita terlalu dini untuk bermimpi, tunggulah sebentar lagi, sampai malam tak berbunyi tulis sang pujangga.
Aku terjaga tiap malam, siapa tahu rindu akan menuntunmu pulang.
Sedianya malam hanya menuntunku untuk menemukan kerinduanmu.

Setiap kerinduan yang di lantunkannya dalam kata mengubah malamnya menjadi semakin kelabu dan pilu, hingga perahu mimpi menjemput agar bergegas bertemu sang kekasih dalam dunianya, dunia mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar