Pagi selalu hujan di bulan ini, bulan yang penuh dengan
kenangan, bulan yang seharusnya kering tetapi turun hujan. Bulan yang tidak
disukainya, bulan November.
Langit tetap tenrsenyum pada siang hari, mendambakan mendung
tetapi mentari tersenyum dengan lantang, sepasang anak manusia mengeluh akan
senyum mentari. Surti dan Tejo sepasang kekasih yang baru saja menjalin
hubungan setelah lama berteman.
Dalam kisah lain tampak seorang bapak yang meraih rezekinya
dengan membantu orang-orang melihat ke belakang mobil, mereka terlalu angkuh
untuk turun dan melihat sendiri, bapak memberi tanda dengan menggunakan peluit
dan isyarat tangan.
Di sebuah cafe tak jauh dari sana seorang pemuda menulis
kisah antah berantah tentang kehidupan yang tidak di jalaninya, kehidupan yang
hidup di dalam pikirannya, jalan semu yang di pilihnya untuk di ceritakan
kepada khalayak ramai, bukan mengenai dia atau mereka, tetapi mengenai angan
dan khayalan.
Malam tadi seorang pujangga melantunkan sajak rindu akan
kenangan, kita terlalu dini untuk bermimpi, tunggulah sebentar lagi, sampai
malam tak berbunyi tulis sang pujangga.
Aku terjaga tiap malam, siapa tahu rindu akan menuntunmu
pulang.
Sedianya malam hanya menuntunku untuk menemukan kerinduanmu.
Setiap kerinduan yang di lantunkannya dalam kata mengubah
malamnya menjadi semakin kelabu dan pilu, hingga perahu mimpi menjemput agar
bergegas bertemu sang kekasih dalam dunianya, dunia mimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar