Bisakah kau memandang bulan malam ini ?
Aku menyaksikan semua berubah dengan cepat, bahkan terlalu cepat untuk otakku yang lamban ini, saat pria mencintai wanita dengan mencurahkan seluruh perasaannya, maka pria tersebut akan tamat, hidupnya akan berakhir, kesenangan yang biasa kita sebut hoby tak akan sering menghampiri tawa kita.
Selayaknya pria seharusnya mencintai wanita menggunakan pikirannya, karena mencinta dengan menggunakan hati adalah tugas wanita.
Aku pernah mencintainya dengan sepenuh hati, tetapi semua tak seperti yang di harapkan. Dalam setiap kenangannya hanya keindahan hangat yang bisa aku ingat, senyum hangat itu membekas dalam palung hati yang paling dalam.
Aku berdiri disini, sejak dulu dan hingga kini, menunggumu menoleh dan tersenyum menghampiri batu ini, ya,,hati ini telah membatu seiring waktu yang berlalu, sesekali kau menoleh. Hanya air mata yang kulihat, disakiti olehnya mungkin bukan hal yang aneh bagiku,karena aku pernah memprediksikannya.
aku bukan pria yang bisa berbuat banyak untuk menghentikan air mata, selain melawak mempermalukan diri sendiri agar kau bisa tertawa dan tetap setia menemani, tak ada lagi yang bisa kuperbuat.
Mungkin tak pernah terpikir olehmu, aku yang selalu mencintaimu dengan segala kekuranganmu,aku yang selalu melihatmu dari belakang,aku yang terus bermimpi bisa menggapaimu.
Sikap polos dan ketidak tahuanmu adalah bunga pada musim kemarau, senyum,, hanya senyum itu yang kunanti.
Seperti matahari yang merindukan bulan, layaknya abu yang ingin memeluk bara api, adalah sesuatu yang tak mungkin untuk memilikimu.
Maka hanya khayalan ini yang bisa kusimpan dalam pikiran, rasa menyebar dalam hati layaknya duri pada batang bunga mawar, cinta memang manis, walaupun kadang terlalu sadis.
Dia mencintaimu dengan pikiran, apa yang di dapatnya? Cintamu sepenuh hati.
Aku mencintaimu sepenuh hati, apa yang kudapatkan? Sedihmu,air matamu,kelam dalam hatimu.
Jika memang mencintai dengan sepenuh hati salah bagi seorang pria, maka biarlah aku terus berbohong kepada setiap wanita lain, biarlah hati ini terus membantu menunggumu, biarlah aku menahannya kembali, biarkanlah aku melihat tawa di wajahmu walaupun harus mempermalukan diri ini di hadapanmu.
Karena memang hanya itu yang bisa kulakukan untuk tetap berada di sampingmu :)
Pohon Cerita
Jumat, 22 Februari 2013
Rabu, 20 Februari 2013
Surat Soemin
Pernahkah kau dihadapkan pada kenyataan yang tidak bisa kau rubah? Pernahkah kau melihat sesuatu yang tak pernah dapat kau bayangkan terjadi padamu?
Aku hidup sebatang kara, melihat dunia dengan cara yang berbeda, tanpa mengenal tawa dan canda, aku melihat mereka bagaikan adam dan hawa.
Dapatkah aku mengetahui setiap nafas yang kuhembuskan untuk siapa? Hari-hari begitu membosankan, semuanya biasa saja, hanya musik dan rokok yang selalu setia menemaniku.
Lagu yang sama terus terputar, for the first time milik the script, entah mengapa lagu ini menjadi lagu favorite di bulan ini, menggambarkan sesuatu yang tak bisa ku dapatkan.
Sore itu aku duduk di teras, tempat biasa aku menghabiskan waktu di sore hari, Hari ini begitu dingin, cuaca tak menentu pada setiap penghunjung tahun, jejak langkah kaki terlihat di kejauhan, sepertinya oang tersebut baru saja menginjak lumpur saat berjalan.
Dari kejauhan terlihat seorang gadis berjalan ke arahku, apa gerangan yang membuatnya melewati rumah tua yang kumuh ini?
Dia menawarkan pisang goreng hangat dan tempe goreng, serius? Gadis secantik ini penjual gorengan keliling?
Senyumnya begitu mempesona, tanpa sadar aku telah memesan gorengan yang ia tawarkan, "terima kasih" jawabnya.
"Tunggu dulu, maukah kau menemaniku duduk sebentar untuk mengobrol disini?" "Maaf aku masih harus berkeliling menjual gorengan ini" "bagaimana kalau aku membeli semuanya?" " Anda serius?" "Iya" "baiklah, mungkin aku akan duduk sebentar".
Dan begitulah awal mula percakapan kami di mulai, ternyata dia seorang yatim piatu dari kampung sebelah, dia berjualan gorengan untuk membantu panti tempat ia tinggal, tampaknya panti tersebut jauh dari perhatian pihak pemerintah, sehingga menyebabkan mereka harus mencari uang sendiri.
Tak sedikitpun aku melihat kesedihan dari raut wajahnya, dia begitu gembira dengan apa yang ia jalani kini, karena dia percaya bahwa tuhan selalu mempunyai rahasia pada setiap kisah manusia.
Berbeda denganku, bagiku tuhan telah membisikan jalan ceritaku terlebih dahulu.
Dalam setiap langkah yang kita ambil, keputusan yang kita buat, selalu ada konsekuensi yang menjadi tanggung jawab kita. Itulah mengapa kita harus berhati-hati dalam memilih setiap gerak.
Aku melihat kedamaian dalam mata gadis ini, kami berbincang-bincang begitu lama, saling mengenal satu sama lain.
Sungguh aneh, bagaimana mungkin orang yang baru saja aku kenal sore ini terasa seperti saudara yang telah lama terpisah.
Otak kami seperti tersambung oleh suatu kabel yang entah bagaimana bisa memancarkan signal yang sama satu sama lain, sehingga membuat kami bisa menangkap dengan baik setiap perkataan satu sama lain.
Ke esokan paginya pengacara keluarga datang kerumah sesuai permintaanku, aku menandatangani beberapa surat, serta mengubah beberapa kata.
Dan saat tulisan ini telah kau baca, maka aku telah tiada.
Terima kasih untuk waktu singkat menemaniku duduk di teras sore itu, akhirnya aku mengetahui untuk siapa aku bernafas selama ini.
Aku telah menyerahkan semua harta beserta aset-asetnya untuk di sumbangkan bagi kepentingan panti, semoga itu bisa bermanfaat di kemudian hari.
Maafkan aku jika kata perpisahan ini terlalu cepat, untuk pertama kalinya aku mengenal kembali tawa saat bersamamu sore itu.
Setelah kematian kedua orang tuaku hanya harta yang dapat mereka tinggalkan, tanpa kenangan indah bersama mereka.
Tapi kau telah mengenalkan aku kepada senyuman itu, senyuman hangat di sore itu, ternyata tuhan masih adil kepadaku.
Salam: Soemin
Aku hidup sebatang kara, melihat dunia dengan cara yang berbeda, tanpa mengenal tawa dan canda, aku melihat mereka bagaikan adam dan hawa.
Dapatkah aku mengetahui setiap nafas yang kuhembuskan untuk siapa? Hari-hari begitu membosankan, semuanya biasa saja, hanya musik dan rokok yang selalu setia menemaniku.
Lagu yang sama terus terputar, for the first time milik the script, entah mengapa lagu ini menjadi lagu favorite di bulan ini, menggambarkan sesuatu yang tak bisa ku dapatkan.
Sore itu aku duduk di teras, tempat biasa aku menghabiskan waktu di sore hari, Hari ini begitu dingin, cuaca tak menentu pada setiap penghunjung tahun, jejak langkah kaki terlihat di kejauhan, sepertinya oang tersebut baru saja menginjak lumpur saat berjalan.
Dari kejauhan terlihat seorang gadis berjalan ke arahku, apa gerangan yang membuatnya melewati rumah tua yang kumuh ini?
Dia menawarkan pisang goreng hangat dan tempe goreng, serius? Gadis secantik ini penjual gorengan keliling?
Senyumnya begitu mempesona, tanpa sadar aku telah memesan gorengan yang ia tawarkan, "terima kasih" jawabnya.
"Tunggu dulu, maukah kau menemaniku duduk sebentar untuk mengobrol disini?" "Maaf aku masih harus berkeliling menjual gorengan ini" "bagaimana kalau aku membeli semuanya?" " Anda serius?" "Iya" "baiklah, mungkin aku akan duduk sebentar".
Dan begitulah awal mula percakapan kami di mulai, ternyata dia seorang yatim piatu dari kampung sebelah, dia berjualan gorengan untuk membantu panti tempat ia tinggal, tampaknya panti tersebut jauh dari perhatian pihak pemerintah, sehingga menyebabkan mereka harus mencari uang sendiri.
Tak sedikitpun aku melihat kesedihan dari raut wajahnya, dia begitu gembira dengan apa yang ia jalani kini, karena dia percaya bahwa tuhan selalu mempunyai rahasia pada setiap kisah manusia.
Berbeda denganku, bagiku tuhan telah membisikan jalan ceritaku terlebih dahulu.
Dalam setiap langkah yang kita ambil, keputusan yang kita buat, selalu ada konsekuensi yang menjadi tanggung jawab kita. Itulah mengapa kita harus berhati-hati dalam memilih setiap gerak.
Aku melihat kedamaian dalam mata gadis ini, kami berbincang-bincang begitu lama, saling mengenal satu sama lain.
Sungguh aneh, bagaimana mungkin orang yang baru saja aku kenal sore ini terasa seperti saudara yang telah lama terpisah.
Otak kami seperti tersambung oleh suatu kabel yang entah bagaimana bisa memancarkan signal yang sama satu sama lain, sehingga membuat kami bisa menangkap dengan baik setiap perkataan satu sama lain.
Ke esokan paginya pengacara keluarga datang kerumah sesuai permintaanku, aku menandatangani beberapa surat, serta mengubah beberapa kata.
Dan saat tulisan ini telah kau baca, maka aku telah tiada.
Terima kasih untuk waktu singkat menemaniku duduk di teras sore itu, akhirnya aku mengetahui untuk siapa aku bernafas selama ini.
Aku telah menyerahkan semua harta beserta aset-asetnya untuk di sumbangkan bagi kepentingan panti, semoga itu bisa bermanfaat di kemudian hari.
Maafkan aku jika kata perpisahan ini terlalu cepat, untuk pertama kalinya aku mengenal kembali tawa saat bersamamu sore itu.
Setelah kematian kedua orang tuaku hanya harta yang dapat mereka tinggalkan, tanpa kenangan indah bersama mereka.
Tapi kau telah mengenalkan aku kepada senyuman itu, senyuman hangat di sore itu, ternyata tuhan masih adil kepadaku.
Salam: Soemin
Sabtu, 19 Januari 2013
Kisah Hati
Hujan turun lagi, seorang lelaki memandang keluar jendela mobilnya, senyum merekah pada bibir seorang wanita di sebelahnya " sepertinya langit mengerti apa yang sedang aku rasakan saat ini " pintanya, " sudahlah, lupakan saja dia, kau masih mempunyai teman dan keluarga yang menyayangimu " sahut lelaki itu.
Kemudian wanita tersenyum kembali dengan kepalsuan yang terlihat pada wajahnya.
Mengapa kisah ini begitu kejam? Aku sampai lupa menjelaskan siapa kami, namaku Radja, dia, wanita yang berada di sampingku adalah Sibil, dia baru saja kembali ke kota ini setelah menyelesaikan kuliahnya di Australia, dan aku masih terjebak di kampus lama dengan sks yang masih belum tuntas.
Sibil sudah seminggu lamanya disini, tapi masih tak pernah aku melihat senyumnya yang indah seperti dulu terpancar di bibirnya, entah kemana pikirannya menerawang, pandangannya kosong, hatinya seakan-akan telah membatu seperti bongkahan es di ujung kutub.
Entah apa yang harus aku lakukan, setiap tawanya merupakan obat hati yang merindu, kapan lagi bisa aku melihat tawa itu? Sedangkan rindu selalu datang setiap malam, merusak sistem kerja otak kiri dan memeras hati yang mencintai, membawa kisah-kisah pilu dari timur.
Seakan tak bertuan, cinta yang dulu perlahan terbenam bersama senja di tengah lautan, kamu yang telah menjadi lautannya terhanyut bersama ombak bualan yang tak kau sadari adalah tipuan.
Aku membenci, membenci setiap langkahnya, mendendam pada setiap tawa yang kini menjadi tangis, aku memaki dalam hati, agar tak ada dengki yang terlihat pada wajah tua tak berarti ini.
Apa yang sebenarnya tuhan coba lukis pada pohon ini? Aku memendam rasa padamu, dia mendapat cintamu, dan menyianyiakan kesetian dalam setiap denyut nadimu.
"Radja..!! Lampu hijau" Sibil menyadarkanku dari lamunan sesaat, kami berada pada perempatan lampu merah tak jauh dari rumahnya, besok dia akan berangkat kembali menuju Australia, mencoba mencari pekerjaan dengan keahlian dan gelar yang telah dia raih.
Tak kusangka dia bisa memerankan tokoh wanita ceria di saat berkumpul dengan kawan-kawan SMA tadi saat reuni, topengnya begitu sempurna hingga tak ada yang menyadari, tapi sepintar apapun dia menutupi, topengnya tetap terlihat di mata ini, mata yang dulu selalu melihatnya dari belakang saat melewati lorong sekolah, mata yang mencintainya melalui setiap kesalahan, mata yang melihatnya akan ketidaksempurnaan dirinya.
Aku telah memerankan tokoh sahabat melalui topeng ini, aku lebih mahir dalam seni menyimpan perasaan, aku menyimpan rasa bersama tawa pada setiap duka.
Sibil, Dia telah menjadi gadis dewasa dengan caranya sendiri, dan aku akan mencintainya dengan caraku sendiri.
Kemudian wanita tersenyum kembali dengan kepalsuan yang terlihat pada wajahnya.
Mengapa kisah ini begitu kejam? Aku sampai lupa menjelaskan siapa kami, namaku Radja, dia, wanita yang berada di sampingku adalah Sibil, dia baru saja kembali ke kota ini setelah menyelesaikan kuliahnya di Australia, dan aku masih terjebak di kampus lama dengan sks yang masih belum tuntas.
Sibil sudah seminggu lamanya disini, tapi masih tak pernah aku melihat senyumnya yang indah seperti dulu terpancar di bibirnya, entah kemana pikirannya menerawang, pandangannya kosong, hatinya seakan-akan telah membatu seperti bongkahan es di ujung kutub.
Entah apa yang harus aku lakukan, setiap tawanya merupakan obat hati yang merindu, kapan lagi bisa aku melihat tawa itu? Sedangkan rindu selalu datang setiap malam, merusak sistem kerja otak kiri dan memeras hati yang mencintai, membawa kisah-kisah pilu dari timur.
Seakan tak bertuan, cinta yang dulu perlahan terbenam bersama senja di tengah lautan, kamu yang telah menjadi lautannya terhanyut bersama ombak bualan yang tak kau sadari adalah tipuan.
Aku membenci, membenci setiap langkahnya, mendendam pada setiap tawa yang kini menjadi tangis, aku memaki dalam hati, agar tak ada dengki yang terlihat pada wajah tua tak berarti ini.
Apa yang sebenarnya tuhan coba lukis pada pohon ini? Aku memendam rasa padamu, dia mendapat cintamu, dan menyianyiakan kesetian dalam setiap denyut nadimu.
"Radja..!! Lampu hijau" Sibil menyadarkanku dari lamunan sesaat, kami berada pada perempatan lampu merah tak jauh dari rumahnya, besok dia akan berangkat kembali menuju Australia, mencoba mencari pekerjaan dengan keahlian dan gelar yang telah dia raih.
Tak kusangka dia bisa memerankan tokoh wanita ceria di saat berkumpul dengan kawan-kawan SMA tadi saat reuni, topengnya begitu sempurna hingga tak ada yang menyadari, tapi sepintar apapun dia menutupi, topengnya tetap terlihat di mata ini, mata yang dulu selalu melihatnya dari belakang saat melewati lorong sekolah, mata yang mencintainya melalui setiap kesalahan, mata yang melihatnya akan ketidaksempurnaan dirinya.
Aku telah memerankan tokoh sahabat melalui topeng ini, aku lebih mahir dalam seni menyimpan perasaan, aku menyimpan rasa bersama tawa pada setiap duka.
Sibil, Dia telah menjadi gadis dewasa dengan caranya sendiri, dan aku akan mencintainya dengan caraku sendiri.
Hanya Cerita
Aku tak suka dengan keramaian, sesak, penuh, rasa tertekan
menyelimuti setiap gerak yang ingin kulakukan, kita tak pernah mengetahui apa
isi pikiran seseorang dengan melihat tingkah lakunya, tapi kita bisa mengetahui
kebenarannya melalui bahasa tubuh dan tatapan matanya.
Aku menyukai
kesendirian malam, melaluinya kita bisa melihat dunia, melaluinya kita
bisa menilai hidup, terkadang sebelum memejamkan mata untuk tertidur aku
terbiasa menerawang kembali, melihat apa yang telah kulakukan sedari pagi saat
membuka mata sampai tertidur, begitu banyak yang bisa kita ambil sebagai
pelajaran, bahkan pepatahpun mengatakan “Pengalaman adalah guru yang paling
berharga”.
Di belahan dunia lain seorang gadis duduk termenung melihat
bulan, sinarnya begitu terang, perasaannya seperti terhipnotis, matanya tak ingin terpejam, tak ada yang mengetahui
apa isi hatinya, apa yang sedang di bayangkannnya, bayangannya terlihat asik
mengobrol dengan bulan, walaupun bibirnya tak bergerak sedikitpun.
Di waktu yang bersamaan, pantai terlihat begitu indah,
mentari senja melantunkan nada hangat pada sepasang mata indah, air mata menari
dengan bebas pada pipinya, dia rindu kekasih yang telah lama meninggal.
Meskipun pada zona waktu yang berbeda sepasang kekasih
mengucap janji selalu setia, janji yang tak bisa mereka tepati, takdir harus
memisahkan mereka, lelaki meninggalkannya setelah merasa bosan akan sifat
pasangannya.
Hidup sungguh kejam, rahasianya bagaikan air hujan yang
sembunyi di balik tanah, cinta tak memiliki akhir, karena di saat kita merasa
sepi, mereka merasakan kasih, di saat kita menangis, mereka tertawa.
Jangan pernah merasa dirimu seorang yang paling beruntung
ataupun paling tersiksa, karena sesungguhnya masih banyak di luar sana yang
lebih beruntung dan lebih tersiksa daripada anda.
Tetaplah tersenyum, karena kita tak pernah tahu kemana hidup
akan membawa kisah kita. Seperti embun di pagi hari, walaupun akan menghilang
di saat siang, tetapi tetap memberikan kehidupan di saat pagi.
Selasa, 18 Desember 2012
Gadis di Ujung Senja
Nafasnya memburu seakan mencoba melarikan diri dari
dekapan mulut serigala, keringatnya mulai berlomba keluar melalui pori-pori
kecil pada kulit kuning pucat itu, matanya lelah menerawang kosong dalam gelap
kamar, ia terbangun karena mimpi buruk yang bahkan tak ingin di ingatnya
kembali.
Di rebahkan kembali tubuhnya yang tampak letih berlari
dalam mimpi, satu persatu gambar penantian mulai di bangun kembali dalam
pikiran untuk membantunya lekas kembali tertidur.
Menanti seorang kekasih yang berada entah dimana,
seorang gadis yang menunggunya datang menjemput, seorang wanita yang kelak
menjadi pendamping setianya dalam setiap cerita.
Angannya mulai menerawang jauh; Suatu hari di
kala senja membasuh pantai dengan sinar
hangatnya, disanalah kau akan menemaniku berbaring bersama butiran pasir
pantai, dan ombak yang terhempas akan menjadi salah satu saksi bisu indahnya pertemuan
yang kita dambakan.
Dengan doa akan penantian, sepasang kekasih melihat
dalam mata yang berbeda, dalam imajinasi semua bisa jelas tergambarkan. Jarak
dan lautan memisahkan mereka, lautan
begitu beringas memisahkan kedua pulau dalam angan, jarak begitu kejam
memberikan beribu kilometer pada sepasang rasa yang ingin mengucap.
Seorang gadis menyampaikan lirih pada lelaki “ Aku
tak akan lelah menunggu, karena aku yakin, setiap detiknya ku menunggu,
selangkah kakimu menuju aku, dan akhirnya kita akan tenggelam bersama keindahan
lembayung, dengan tubuhmu yang hanya sehasta bahuku “
Dengan harapan tanpa larangan dia berdoa kepada
jarak “ Aku harap tembok raksasa
bernama jarak yang selama ini menghalangi kita dapat lebur dalam kekekalan asa
yang telah kita bina “
Akalnya mulai hanyut dalam cerita semalam yang
ditulisnya dalam secarik kertas memori pada otaknya yang ingin terlelap.
Malam semakin larut, dingin mulai mencoba masuk
melalui celah-celah jendela kecil pada kamar, sebuah pelukan yang aku inginkan
saat ini. Pelukan erat dalam dekap pekat malam tanpa bintang. Sebuah pelukan
hangat bernada mesra dengan kasih dalam tiap sentuhannya, pastilah akan sangat
membahagiakan.
Mereka mulai berdebat bersama angin, mencoba berlomba
saling menitip rindu pada tiap hembus angin yang perlahan mulai memenuhi kamar
masing-masing, angin kerinduan gadis pun berhembus terlebih dahulu “ Aku
akan menjalani hariku seperti sebuah buku, suatu saat aku akan berhenti di
halaman terakhir, karena halaman itu telah ku tandai, dan kamu sebagai
pembatasnya “.
“ Aku tak ingin menjadi pembatas buku yang menyebabkan
ceritamu tertunda, aku ingin menjadi halaman baru yang menceritakan pengalaman
baru dalam hidupmu “ dalam senyum dan doa
lalu gadis membalas kerinduan pada angin malam “ Dalam keheningan aku
akan terus berdoa, semoga sajadah dan mukena serta tiap tetes air wudhu yang
terbasuh mengamininya “.
“ Maka izinkan aku menjadi imam di saat tubuhmu
terbalut indah oleh mukena bersih berwarna putih “ pinta angin yang di sampaikan lelaki dari seberang pulau. Di nantikannya
jawaban atas pertanyaan terakhirnya yang di sampaikan oleh angin, membuat malam
terasa semakin dingin.
Ketukan lembut jendela kamar terdengar perlahan,
kali ini angin tak ingin masuk melalui
celah-celah kecil jendela, angin kerinduan seakan membangunkan dan memberi
isyarat agar lelaki tak tertidur, dengan perlahan di bisikkan oleh angin
kerinduaan, pesan balasan dari gadis di pulau seberang “ Berada satu shaf di
belakangmu adalah hal yang aku tunggu, dan mengamini setiap doa yang kau
ucapkan adalah hal yang aku dambakan”.
Sesaat semua itu terasa nyata, dia hanyut dalam angan
yang dia buat sendiri, setiap kata, setiap kalimat, setiap harapan dan doa,
serta senja seperti angan yang akan tercapai, seakan menanti di ujung sana, di
ujung senja yang tak akan pernah tercapai, ujung senja dalam angan, gadis di
ujung senja dalam imajinasi.
Sabtu, 24 November 2012
Rambutan dan Kita
Sayang, pohon rambutan di halaman telah berbuah, warna
buahnya telah memerah semerah bibir tipismu, rasanya manis, semanis senyummu
saat itu.
Kita menanamnya bersama di kala itu, saat kita mulai
saling mencinta dengan cita, cita-cita akan sebuah keluarga kecil dan manis,
semanis rambutan yang baru matang, masih aku ingat setiap keringatku yang kau
usap ketika aku menanamnya di halaman, kita mendapatkan bibitnya saat membantu
nenek-nenek tua menyeberang jalan.
Hatimu sungguh hangat sayang, begitu hangatnya hingga
membuat cintaku nyaman berada disana, setelah selesai menanam kita pun berjanji
akan merawatnya dengan teliti, menyiramnya setiap sore, memberikannya pupuk dan
membersihkan setiap daun-daunnya yang mulai kelelahan untuk terus bertengger
pada dahan.
Tahukah kau pemandangan yang menjadi kesukaanku?
Memandangmu di sore hari saat sedang menyiram pohon rambutan, dengan di temani
segelas kopi hangat yang kau buatkan dan sebatang rokok yang meracuni
paru-paruku dengan perlahan. Katamu “buahnya nanti pasti akan manis pak, karena
kita menanamnya dengan kasih sayang”
Kupandangi dirimu dan rambut panjang itu, rambut panjang
yang selalu kubelai setiap malam sebelum terlelap dalam imaji mimpi. Masihkah
kau ingat kata-kata mesra kita sebelum tidur yang pernah kau ucap? Aku
merindukan itu sayang, bantal dan guling hanya menatapku dengan berbagai
pertanyaan yang tak mampu ku jawab dengan bahasa, hanya diam yang bisa
kuberikan kepada mereka.
Sayang, kini pohon rambutan kita telah berbuah, benar katamu,
buahnya sangat manis, aku tak pernah sanggup menghabiskannya sendiri, maukah
kau kembali dan membantuku?
Sore itu sehabis hujan pelangi tampak indah, bayanganmu
duduk bersamaku dalam diam tanpa suara, membawakan aku segelas kopi hangat yang
ku buat sendiri.
Aku sudah berhenti merokok sekarang sayang, dokter tidak
membolehkanku terus menyakiti paru-paru yang telah berlubang ini.
Bisakah kau kembali sayang? Aku sungguh merindukanmu
seperti gurun pasir yang rindu akan hujan, layaknya padang rumput di musim
panas yang ingin tersentuh oleh hujan.
Aah, aku ini bagaimana, mungkin sekarang dirimu sedang
duduk manis menikmati buah mangga dari pohon yang kau tanam bersamanya di
temani tawa lucu anak-anakmu.
Maafkan aku, asap rokok ternyata telah membuatku tak bisa
memberikanmu keturunan sehingga kau harus menanam pohon lain bersama dia,
adikku, saudara yang lahir berbeda dua menit dariku.
Kini hanya pohon rambutan yang tersisa dari kenangan
bersamamu dahulu.
ini bukan cerita
Ini bukan tentang aku.
Ini bukanlah cerita cinta
Bukan juga mengenai sepasang kekasih
Ini bukan tangis dan air mata
Ini hanyalah coretan tanpa batasan.
Dia sendiri dalam kamar sempit sunyi kelamnya, di
lihatnya keluar jendela, langit bersedih, langit menangis dengan keras bersama
petir, seolah mengerti maksud tangisan dari langit, petir menutupi itu dengan
gemuruh riuhnya.
Tapi itu tak mampu mengubah apa yang di tuliskan oleh
hujan, entah siapa dan dimana, jelas terlihat ada yang sedang bersedih dengan
kisahnya, tak mempu menulis naskahnya sendiri, dia hanya mampu menjadi tokoh
utama dalam ceritanya itu.
Terbawa oleh perasaan dan meneteskan air mata tanda
kekesalan.
Sekali lagi aku jelaskan ini bukan kisah cinta sepasang
kekasih atau air mata yang sempat tertulis, ini hanyalah coretan tanpa batas
kepastian,.
Sungguh lucu, bagaiman hujan bisa membawa kita masuk
dalam suasana sendu nan pilu, dengan suara merdu rintikannya kita terhipnotis
untuk sejenak melambatkan laju gerak syaraf kita, menyaksikan kekuasaannya
dalam mengontrol naluri manusia.
Tahukah engkau, saat kita merasa sedih seharusnya kita
tak perlu sedih, karena itu sebenarnya adalah proses kita menjadi semakin
dewasa, semakin dalam kesedihan yang kau rasakan, maka semakin bijak kau akan
berkata kepada hidupmu.
Nikmati setiap deru ombak hati yang tertahan, keluarkan
setiap tetes air mata yang bisa kau panjatkan, rasakan bagaimana itu semua
nantinya akan mengubah dirimu yang lemah.
Banyak kisah yang telah saya saksikan, satu kisah yang
paling saya takutkan adalah kisah kematian, kisah ini tak memberi isyarat atau
peringatan kepada hati dan pikiran, kisah ini mengambil setiap helai daun pohon
kenangan yang miliki dan membakarnya dalam api kubur bersama kenangan-kenangan
yang lain.
Nikmatilah setiap helai daun yang tumbuh dari pohon
hidupmu, hingga tak ada penyesalan nantinya saat daun kematian mulai
menghampirimu.
Ini bukan mengenai kisah cinta akhir zaman, Bukan juga
mengenai sepasang kekasih, Ini bukan tangis dan air mata, Ini hanyalah coretan
tanpa batasan mengenai keindahan hujan dan kisah kematian yang akan datang.
Langganan:
Postingan (Atom)